Risiko Tinggi Di Klaster Tempat Makan Yang Buka Saat Corona
Sebenarnya istilah ‘kulineran’ saat ini memang terasa tidak ideal di tengah situasi yang ada. Seperti kita ketahui, sejak adanya pandemi Covid-19, masyarakat dianjurkan di rumah saja untuk menghindari risiko penularan yang besar potensinya di ruang publik. Terutama rumah sakit, restoran, pasar hingga mall. Meski demikian di masa adaptasi kondisi normal sudah banyak tempat makan yang buka saat corona, lalu bagaimana langkah kita menyikapinnya?
Namun, hasrat kuliner dan bersosialisasi yang terhambat cukup lama, membuat cukup banyak kalangan ‘curi-curi kesempatan’ atau berusaha tetap protokol kesehatan saat melakukannya. Jika kita termasuk salah satu yang masih sering mampir ke rumah makan maupun café, perlu diketahui bahwa risiko paparan virus cukup tinggi di area ini.
Berdasarkan penelitian CDC Amerika Serikat misalnya, menemukan fakta bahwa orang dewasa yang terpapar Covid-19, lebih mungkin pernah makan di restoran dalam jangka waktu 14 hari sebelum dinyatakan positif. Dr. Kiva Fisher dalam tulisannya menyebut bahwa tindakan yang menyulitkan seseorang saat menggunakan masker di ruang publik, seperti tempat makan dan minum, akan membuat potensi ter buka nya penularan virus corona ini menjadi lebih tinggi.
Masyarakat awam hanya memahami bahwa ke manapun, asalkan protokol kesehatan. Padahal, keluar sendiri sudah melewati protkes tersebut dan membuat kita sulit mengontrol atau mempertahankan masker, jarak dan kebersihan kita.
Risiko Transmisi Di Rumah Makan Yang Buka Saat Corona Tinggi
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19, Dewi Nur Aisyah, menjelaskan setidaknya ada 3 hal yang menjadi risiko penularan di tempat makan publik.
Risiko kedua adalah jarak. Hal ini berkaitan dengan situasi di tempat makan yang kita datangi. Jika tempatnya tidak begitu luas, maka kemungkinan sulit menjaga jarak. Jika tempatnya luas, namun ramai pengunjung pun sama peluang sulitnya melakukan physical distancing. Atau, jika kita pergi makan dengan rombongan yang lebih dari 3 orang.
Risiko ketiga adalah ada atau tidaknya orang yang merokok. Karena kalangan ini tidak menggunakan masker saat melakukan aktivitasnya. Bukan hanya si perokok yang berpotensi tinggi terpapar, namun juga orang lain apabila yang bersangkutan ternyata sudah menjadi carrier (OTG).
Lebih lanjut, Dewi Nur Aisyah menjelaskan bahwa ketiga risiko di atas tidak akan berkurang potensinya meski tempat makan tersebut lebih terbuka atau outdoor. Hal ini karena kegiatan makan di luar, apalagi yang melibatkan dua orang atau lebih, selalu melibatkan bincang-bincang dan durasi yang tidak sebentar.
BACA JUGA: Merasa Hadiri Acara Kumpul-kumpul? Segera Lakukan 4 Protokol Kesehatan Ini
Oleh karena itu, pengelola tempat makan dan konsumen diarahkan untuk melakukan jual beli makanan secara take-away. Atau delivery dibandingkan dengan dine in atau makan di tempat. Memang rasa seru dan nikmatnya akan jauh berkurang. Tapi, di tengah situasi yang tidak ideal ini, ada baiknya kita lebih memprioritaskan keselamatan. Bukan hanya diri sendiri, tapi juga orang lain yang kita temui dan keluarga masing-masing yang ada di rumah.