Menurut WHO Cucu Omicron BA.3 Perlu Diwaspadai Karena Ini
Di gelombang ketiga ini, ada kabar dari WHO cucu Omicron BA.3 sebagai mutasi terbaru. Kasusnya sudah ada di Afrika Selatan seperti bagaimana para pendahulunya bermula.
Bagi yang masih awam dengan istilahnya, BA.1 adalah varian Omicron pertama yang muncul sebagai virus utama di gelombang ketiga Indonesia saat ini. Namun, memasuki 2022, para ahli dan peneliti menemukan adanya potensi kemunculan BA.2 yang sebutannya adalah ‘Son of Omicron’.
Kedua varian tersebut memiliki perbedaan yang tipis. Dengan gejala umum yang sama, BA.2 lebih cepat menular dari BA.1. Selain itu, ada gejala yang mungkin bisa terjadi pada beberapa orang, yakni debaran jantung yang tidak biasa.
Para ahli sudah mengingatkan dunia bahwa virus ini terus bermutasi. Baru-baru ini ‘Grandson of Omicron’ pun sudah menampakkan diri. Varian inilah yang bernama BA.3.
Lantas, apakah BA.3 ini berbahaya? Kita akan bahas bersama dalam artikel ini.
Kata WHO cucu Omicron BA.3 tingkat keparahannya sama
Kabar ini meluncur dari Maria van Kerkhove, di mana telah terdapat laporan bahwa level keparahannya sama dengan Omicron asli dan Son of Omicron. Seperti kita ketahui, Omicron bisa menginfeksi seseorang seperti flu biasa, tapi juga bisa sangat membandel.
Melansir dari CNBC, Van Kerkhove menjelaskan bahwa ketiga varian dan sub varian ini menunjukkan kekuatan yang sama. Meski tidak lebih mematikan, akan tetapi tetap harus waspada, baik kita termasuk sebagai orang yang sehat, sudah vaksin dan apalagi bagi golongan yang rentan.
Ternyata penyebarannya malah lebih lambat
BA.2 saja tadinya masih misterius. Namun perlahan tapi pasti, laporan kasusnya bermunculan di beberapa negara, termasuk Indonesia. SIti Nadia Tarmizi melaporkan secara berkala bahwa pertambahaan pasien yang mengalami virus ‘Son of Omicron’ ini berjumlah ratusan. Mulai dari 200-an hingga 400-an. Jumlah ini pun rasanya masih sangat bisa bertambah.
Lain dengan BA.2 yang bisa menular dengan cepat, BA.3 berjalan lebih lambat. Hal ini sesuai dengan studi yang ada pada Jurnal of Medical Virology di 18 Januari 2022. Studi ini menemukan tidak ada mutasi yang menonjol pada keturunan dari BA.3 ini. Namun hal ini jangan membuat kita lengah, karena hingga saat ini para ahli dan peneliti seluruh dunia tengah mendalami semua laporan kasus Covid-19 yang terjadi.
Hal ini untuk menghindari ‘kecolongan’ di mana selalu ada kemungkinan adanya strain yang lebih berbahaya seperti di masa varian Delta. Karena meski bergejala lebih ringan dari gelombang kedua dengan varian Delta, namun laju lonjakan kasusnya sangat cepat di masa Omicron ini.
Protokol kesehatan bisa bantu mencegah Omicron
Cara paling mudah yang bisa kita usahakan untuk mencegah paparan Omicron adalah dengan melakukan protokol kesehatan. Paling esensial adalah menggunakan masker dengan tepat dan rapat, serta menjaga kebersihan tangan. Baik itu dengan sabun maupun dengan hand sanitizer. Selalu perhatikan kondisi tangan dan permukaan apapun yang akan kita sentuh.
Selain itu, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan, dapat mencegah penularan melalui interaksi dan airborne. Sayangnya, meski tergolong mudah, hal ini juga masih sering tidak berjalan dengan benar. Sebagian karena kelalaian, sebagian lagi karena keterpaksaan. Tak banyak di antara kita yang bisa selalu menjaga jarak atau tidak ke kerumunan. Misalnya, karena kita harus bekerja.
Oleh karena itu, ada proteksi berlapis dengan melakukan vaksin. Meski hingga hari ini masih banyak yang meragukan efektivitas vaksin, namun sudah lebih dari sebagian populasi masyarakat kita yang mengikutinya. Meski Omicron memang tidak benar-benar kebal terhadap vaksin, namun gejala pada mereka yang mendapat vaksin lengkap bisa jauh lebih ringan atau pulih dengan cepat.
GSI Lab dan kontribusi swab test PCR
Dalam fase Omicron ini, masih banyak yang memerlukan tes PCR. Utamanya sebagai cara memastikan kondisi yang bergejala, hingga syarat perjalanan tertentu. GSI Lab telah melebarkan jaringan hingga ke Jabodetabek dan Bali, sehingga kini makin banyak wilayah yang bisa menjangkau layanan kami.
Swab test PCR dan antigen dapat memberikan identifikasi adanya virus dalam tubuh kita dengan akurasi yang berbeda. Namun dengan melakukan hal tersebut, bisa mencegah kita dari potensi penularan yang berkepanjangan pada orang-orang yang kontak erat.
BACA JUGA: Ciri Omicron Siluman, Varian Terbaru yang Sudah Masuk di Indonesia
Ada program Swab and Save yang menjadi salah satu highlight layanan GSI Lab. Merupakan bentuk program berbagi di mana mereka yang sulit menjangkau swab test bisa mendapatkan layanan gratis. Cukup memenuhi beberapa persyaratan administratif tanpa perlu membayar kembali.
Tak hanya itu, bagi mereka yang ingin ikut membantu, bisa juga berdonasi di sini. Sehingga kita bisa sama-sama mempercepat Indonesia untuk pulih dari Covid-19 ini. Tentunya kita semua ingin pandemi ini segera berakhir. Saat ini kita sedang sama-sama menjalani dan mengusahakannya.
Hingga saat itu tiba, mari berusaha semaksimal mungkin menjaga kesehatan.